Overland Trans Flores (Day 3) : Kelimutu - Ende
February 21, 2019
Alarm Dobi berdering nyaring pukul 4 pagi, membangunkanku dari alam mimpi. Itu tandanya kami harus segera bergegas menuju Danau Kelimutu. Setelah packing seperlunya, keluar kamar, eh ketemu Pak Sevi yang ternyata sudah siap dengan Kijang Innova Hitam di depan. Mobil itu nantinya yang akan membawa kami menuju Kelimutu dan berkeliling Kabupaten Ende. Jarak dari penginapan ke Puncak Kelimutu sekitar 14 Km. Jangan khawatir tersesat karena jalan yang kita lalui cuma 1. Semakin mendekati kawasan Kelimutu, pemukiman penduduk makin jarang terlihat, berganti dengan pepohonan rindang di sebelah kiri dan kanan jalan.
DANAU KELIMUTU
Jam 5 pagi, sampailah kami di pos retribusi. Harga tiket masuk per orang dibanderol dengan harga Rp 7.500. Cukup murah bukan? 5 menit dari pos retribusi tadi, kami tiba di tempat parkiran mobil. Alhamdulillah, cuaca sangat cerah dan bintang-bintang di langit terpancar sangat jelas. Di tempat ini, kami berpisah dengan Pak Sevi yang menunggu di warung penduduk. Kata beliau sih, rute pendakiannya jelas dan tidak bercabang. Baiklah, mari kita mulai pendakian ke Puncak Kelimutu.
Parkiran Kelimutu |
Satu demi satu langkah kami tapaki menuju Danau Kelimutu. Tidak banyak obrolan yang terjadi antara aku dan Dobi karena kami fokus mengatur nafas masing-masing, wa bil khusus aku yang sudah lama tidak mendaki gunung. Perjalanan menuju puncak Kelimutu memakan waktu selama 30 menit berjalan santai dengan trek tanah mendominasi sepanjang jalur pendakian. Kami berpatokan bahwa kalau trek sudah berganti dengan anak tangga berarti Puncak Kelimutu sudah dekat. Waktu tempuh dari anak tangga pertama sampai terakhir paling hanya membutuhkan waktu 10 menit.
Tiwu Ata Mbupu |
Akhirnya sampai juga kami di sebuah tempat yang lumayan lapang dan ada tugunya sebagai penanda Puncak Kelimutu. Disinilah biasa para wisatawan menunggu sunrise. Saat itu, matahari memang belum menampakkan kilauan sinarnya ketika kami sampai. Hawa pegunungan terasa dingin sekali menembus 2 lapis pakaian yang aku kenakan. Sambil menunggu matahari keluar dari peraduannya, ijinkan aku bercerita sekilas tentang Danau Kelimutu.
Danau ini berada di ketinggian kurang lebih 1600 mdpl. Ada 3 kawah yang ada di Puncak Kelimutu, yang pertama adalah Tiwu Ata Polo. Kawah ini dipercaya sebagai tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang yang telah berpulang dan selama ia hidup selalu melakukan keburukan. Kawah yang kedua adalah Tiwu Nuwa Muri Koo Fai. Kawah ini dipercaya sebagai tempat berkumpulnya jiwa muda-mudi yang telah meninggal. Kawah ketiga bernama Tiwu Ata Mbupu yang diyakini sebagai tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal. Ketiga kawah ini warnanya berubah-ubah dalam periode tertentu, tidak ada yang tahu kapan pastinya. Ada yang bilang setahun bisa 4x berubah, tapi Wallahualam, Danau Kelimutu ini memang misterius :D
Danau ini berada di ketinggian kurang lebih 1600 mdpl. Ada 3 kawah yang ada di Puncak Kelimutu, yang pertama adalah Tiwu Ata Polo. Kawah ini dipercaya sebagai tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang yang telah berpulang dan selama ia hidup selalu melakukan keburukan. Kawah yang kedua adalah Tiwu Nuwa Muri Koo Fai. Kawah ini dipercaya sebagai tempat berkumpulnya jiwa muda-mudi yang telah meninggal. Kawah ketiga bernama Tiwu Ata Mbupu yang diyakini sebagai tempat berkumpulnya jiwa-jiwa orang tua yang telah meninggal. Ketiga kawah ini warnanya berubah-ubah dalam periode tertentu, tidak ada yang tahu kapan pastinya. Ada yang bilang setahun bisa 4x berubah, tapi Wallahualam, Danau Kelimutu ini memang misterius :D
![]() |
Tiwu Nuwa Muri Koo Fai |
Duduk santai di Puncak Kelimutu sambil menikmati suguhan teh hangat membuatku sangat mager untuk turun kembali ke bawah. Lukisan Tuhan tersaji sangat indah di depan mata yang membuat mata juga enggan untuk berkedip. Tapi seiring waktu terus berjalan, kami harus segera turun kembali ke parkiran untuk melanjutkan perjalanan ke Pusat Kabupaten Ende. Tentunya kami turun setelah puas mengabadikan landscape Kelimutu dong huehehe.
Pukul 9 pagi, setelah berkemas-kemas barang yang kami bawa dari penginapan, kami sudah bersiap untuk melanjutkan perjalanan menuju kota Ende. Pagi itu cerah banget, nyaris tak ada awan yang menutupi birunya langit. Destinasi selanjutnya, kami akan mengunjungi Kampung Wologai yang letaknya tidak jauh dari Danau Kelimutu.
KAMPUNG WOLOGAI
Kampung Wologai adalah salah satu kampung adat yang masih eksis hingga saat ini di Flores. Kampung ini terletak di sebuah bukit yang dikelilingi oleh pegunungan dan memiliki ciri khas dengan arsitektur bangunan rumah berbentuk kerucut yang terbuat dari alang-alang. Deretan rumah di kampung ini dibangun melingkari Tubu Kanga yang dipakai sebagai tempat digelarnya ritual adat. Di tempat ini juga digunakan untuk meletakan persembahan bagi leluhur dan sang pencipta.
Saat kami berkunjung kesana, kami hanya bertemu dengan seorang mama yang sedang membuat kerajinan di depan rumahnya. Sebagian besar penghuni lainnya sedang pergi ke gereja karena saat itu memang kami datang pas hari Minggu. Puas mengambil foto dan mendengarkan cerita dari mama, kami pamit untuk melanjutkan perjalanan ke Ende.
KABUPATEN ENDE
Hawa panas masuk ke dalam mobil Innova yang mengangkut kami sebagai tanda bahwa kita sudah masuk wilayah Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Tidak heran memang kalo panas, Ende terletak di bagian paling selatan Pulau Flores. Sesuai rencana sebelumnya, kami akan mengunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno dan Taman Renungan Bung Karno.
Eh.. baru ke tujuan pertama di Rumah Pengasingan, ternyata objek wisata tersebut tutup. Bagaimana mungkin sebuah objek wisata bisa tutup sedangkan hari itu adalah hari libur yang notabene para wisatawan biasa berkunjung? Hmm aku gagal paham. Baiklah, jadinya kami hanya bisa mengambil gambar dari depan rumah.
Tak jauh dari rumah itu, Pak Seyi mengantarkan kami ke Taman Renungan Bung Karno. Taman ini menjadi saksi bisu perenungan Bung Karno yang kemudian dari hasil renungan beliau, lahirlah istilah Pancasila yang sampai saat ini masih menjadi ideologi Bangsa Indonesia.
Taman Renungan ini sangat rindang dan teduh karena diselimuti oleh pohon hijau yang menjulang tinggi. Di samping pohon sukun besar, terdapat bangku yang panjangnya sekitar 17 meter yang diatasnya terdapat Patung Sang Proklamator yang sedang duduk. Tepat di bawahnya ada kolam air yang berukuran sekitar 8×45 meter. Ukuran ini disesuaikan dengan hari kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945.
Taman ini menjadi penutup kunjunganku dan Dobi di Ende. Kami kemudian diantarkan oleh Pak Seyi ke tempat biasa dimana orang lokal menunggu travel untuk melanjutkan perjalanan menuju Bajawa. Nah disinilah aku dan Dobi berselisih pendapat. Ada kesalahpahaman di antara kami. Begitu turun, Dobi langsung menyerahkan tasnya ke sopir travel yang mengerubungi kami. Lain halnya dengan aku yang berusaha melindungi tasku agar tidak direbut oleh mereka.
Aku mempunyai planning untuk naik bus ke Bajawa karena ingin merasakan sensasi menjadi orang lokal Flores. Tapi tas Dobi sudah terlanjur masuk ke mobil si sopir travel dan sungkan untuk mengambilnya. Aku tetap bersikukuh untuk naik bus dengan pertimbangan tarif yang dikenakan Rp 50.000 saja, dibandingkan dengan travel Rp 100.000. Aku sempat debat dan membujuk Dobi untuk mengambil tasnya, tapi sepertinya memang tidak mungkin. Dan kami pun berpisah di Ende. Namun, kami akhirnya bertemu kembali di suatu tempat, masih di Flores. Dimana? tunggu kelanjutan ceritanya.
Tiwu Ata Polo |
KAMPUNG WOLOGAI
Rumah Wologai |
Tubu Kanga Wologai |
Kampung Wologai |
Hawa panas masuk ke dalam mobil Innova yang mengangkut kami sebagai tanda bahwa kita sudah masuk wilayah Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Tidak heran memang kalo panas, Ende terletak di bagian paling selatan Pulau Flores. Sesuai rencana sebelumnya, kami akan mengunjungi Rumah Pengasingan Bung Karno dan Taman Renungan Bung Karno.
Rumah Bung Karno Ende |
Halaman Rumah Bung Karno |
Patung Bung Karno |
Menghadap Pulau Ende |
Taman ini menjadi penutup kunjunganku dan Dobi di Ende. Kami kemudian diantarkan oleh Pak Seyi ke tempat biasa dimana orang lokal menunggu travel untuk melanjutkan perjalanan menuju Bajawa. Nah disinilah aku dan Dobi berselisih pendapat. Ada kesalahpahaman di antara kami. Begitu turun, Dobi langsung menyerahkan tasnya ke sopir travel yang mengerubungi kami. Lain halnya dengan aku yang berusaha melindungi tasku agar tidak direbut oleh mereka.
![]() |
Bus ke Bajawa |
![]() |
Gunung Meja Ende
Damage Cost (1 orang)
A. Tiket TN Kelimutu : Rp 7.500
B. Retribusi Kampung Wologai : Rp 10.000
C. Ojek ke Terminal Ndao : Rp 10.000
D. Bus ke Bajawa : Rp 50.000
TOTAL : Rp 77.500 |
0 comments