Jejak Langkahku di Kawah Ijen

September 17, 2018

Meskipun Banyuwangi kotanya kecil, namun jika weekend adalah waktu liburan yang kalian miliki, jangan memaksakan untuk mengunjungi semua destinasi wisata disana karena nggak akan cukup bro. Saranku, kita bisa memilih objek wisata yang memang benar-benar menjadi ikon kota tersebut. Melanjutkan perjalanan dari (Baca : Taman Nasional Baluran), aku dan Dobi merencanakan untuk mendaki ke salah satu tempat yang terkenal dengan Blue Firenya, apalagi kalau bukan Kawah Ijen. Tapi sebelum itu, kami beristirahat sebentar di tengah kota dan sholat Maghrib dan Isya di Masjid Agung Banyuwangi sembari mengisi perut yang kosong dengan Soto Ayam.

Setelah semuanya siap, hal yang pertama kami lakukan adalah mencari SPBU untuk mengisi full bensin motor karena infonya, jalan ke Ijen tidak ada SPBU dan harga bensin eceran disana sedikit lebih mahal daripada harga normal. Singkat cerita, 2 jam waktu yang kami tempuh untuk sampai di Pos Paltuding, pos terakhir sebelum pendakian Ijen. Karena saat itu hujan lumayan deras, kami bergegas untuk membangun tenda di camping ground Paltuding.

Pukul 01.30 dinihari, kami terbangun dan bersiap untuk memulai pendakian. Tidak perlu menggunakan carrier besar seperti saat mendaki gunung-gunung lainnya, tapi pastikan peralatan wajib seperti headlamp, masker, logistik air dan makan terisi penuh agar pendakian kita bisa berjalan lancar hingga esok hari. Siapkan uang juga untuk simaksi pendakian, selengkapnya cek gambar di bawah ini ya tarifnya.
Simaksi Ijen
Normalnya pendakian basecamp bawah hingga menuju bibir kawah memakan waktu 1,5-2 jam dengan kombinasi trek tanah datar dan menanjak yang lumayan menguras tenaga. Kira-kira 200 meter sebelum sampai kawah, bau belerang mulai menyeruak mengikuti arah angin. Tapi tenang, disana kita bakal menjumpai beberapa orang lokal yang menyewakan masker sebagai pelindung bagi wisatawan yang ingin turun ke kawah untuk melihat blue fire. Tapi aku sendiri cuma pakai buff, karena itu sudah cukup untuk melindungi hidung dari belerang.
Blue Fire Ijen
Sebenarnya waktu terbaik mengunjungi Kawah Ijen adalah saat musim panas, karena pengunjung bisa menikmati panorama blue fire dan Danau Kawah Ijen tanpa terhalang kabut tebal dari atas. Saat itu, aku memberanikan diri untuk turun ke kawah tanpa pelindung masker dengan menggunakan tangga yang dibuat untuk memfasilitasi wisatawan turun ke kawah. Oiya, perhatikan keadaan sekitar, jika ada penambang yang membawa belerang yang lumayan berat di pundaknya, prioritaskan mereka terlebih dahulu, jangan egois! Sesampainya di bawah, benar ternyata dugaanku, karena saat itu aku mendaki di awal musim penghujan, jadi fenomena blue fire tidak terlalu kelihatan seperti di gambar-gambar google. Yah kecewa deh :(

Tak butuh waktu lama di bawah kawah Ijen, aku naik ke atas mencari spot terbaik untuk menikmati sunrise di puncak tertinggi kawah Ijen. Kira-kira untuk sampai puncak tertinggi di Ijen, dibutuhkan waktu 30 menit saja kok, jadi sempatkanlah untuk singgah kesini sebentar ya gaes, mumpung hehe.
Sunrise Ijen
TIPS PENDAKIAN KAWAH IJEN :
1. Pastikan performa motor cukup prima untuk menempuh perjalanan hingga Pos Paltuding karena jalanan yang akan kita lalui sangat curam dan memerlukan effort yang lebih dari motor. Cek rem dan lampu motor jangan lupa.
2. Isi full bensin jika menemui SPBU di Kota Banyuwangi karena tidak ada SPBU nantinya di daerah Kawah Ijen.
3. Bagi para backpacker, lebih baik ngecamp di camping ground Paltuding daripada mencari penginapan di sekitar sana. Sensasinya beda sekaligus lebih murah kalau ngecamp dong hehe.
4. Siapkan peralatan pendakian seperti jaket tebal, sandal/sepatu gunung, kaos tangan, headlamp, dan jangan lupa logistik air dan makanan. Roti sobek juga bisa dibawa untuk sekadar mengganjal perut sebelum sarapan keesokan harinya.
5. Jangan khawatir kecapekan gaes saat mendaki, karena ada beberapa warga lokal yang menawarkan gerobak mereka untuk membantu kita naik/turun dari Kawah Ijen. Aku lupa berapa tarifnya, namun menurut infonya siapkan uang Rp 150.000 – Rp 200.000 untuk sekali jalan.
Orang Lokal menyebutnya Taksi
6. Rata-rata pengunjung Kawah Ijen adalah wisatawan mancanegara, jadi jangan norak ya kalau lihat bule hahaha. Gunakan kesempatan bertemu bule untuk melatih kemampuan berbahasa asing kita. Namun jangan terlalu agresif juga, karena nanti bulenya illfeel wkwk.

Axel dan Diana dari Austria
7. Esensi dari pendakian Ijen ini lebih dari sekadar berwisata. Cobalah untuk berinteraksi dengan penambang belerang di Kawah Ijen, karena mereka pasti akan berbagi cerita mengenai keluh kesah hidup sebagai penambang yang mungkin bisa digunakan sebagai renungan kalian untuk bersyukur.

Penambang Belerang Ijen
Belerang Hasil Penambangan

You Might Also Like

0 comments