Skouw yang Dulu Bukanlah yang Sekarang

July 01, 2018


Skouw-Gate.jpg
Skouw Gate
Apa yang terbayang dalam pikiran teman-teman ketika mendengar kata perbatasan negara? Jalanan jelek? Bangunan yang memprihatinkan? Suasana yang mencekam? Hmm bahkan, reaksi dari orang tuaku (yang sebelumnya bertugas di Jayapura) ketika mendengar kalau aku ingin menjelajah hingga ujung negeri, sontak kaget. Bagaimana tidak? Bayangan mereka tentang Skouw adalah bayangan yang melekat 10 tahun lalu saat masih bertugas disana. Aksessibilitas dan jalanan yang kurang memadai, bangunan yang reot dan hampir rubuh, dan suasana mencekam yang disebabkan oleh perang antar adat atau suku.

Namun, apa yang ada di bayanganku, semuanya mendadak menguap tanpa bekas. Aku salah menganggap perbatasan negara kita tercinta ini. Skouw, yang terletak di perbatasan antara Republik Indonesia dan Papua Nugini, adalah salah satu dari 7 Pos Lintas Batas Negara (PLBN) terpadu yang dibangun di titik terluar negeri. 6 PLBN yang lain terletak di Entikong, Aruk, Nanga Badau di perbatasan Indonesia-Malaysia. Wini, Mota’ain, dan Motamasin terletak di perbatasan Indonesia-Timor Leste.

Oke kita coba kupas satu-satu anggapan orang tuaku mengenai Skouw. Yang pertama, jalanan jelek. Salah total gan! Berkendara dengan kontur jalanan yang mulus selama kurang lebih 2 jam ke arah timur dari Kota Jayapura, dengan mengikuti papan petunjuk jalan sampailah kita di PLBN Skouw. Penjagaan aparat TNI disini sangat ketat. Sebagai buktinya, jika kita mengendarai mobil kaca harus dibuka semuanya depan belakang guna pengecekan kendaraan oleh TNI. Pada saat pengecekan itu juga, kita juga harus meninggalkan kartu identitas dalam hal ini KTP kepada petugas, dan diambil kembali saat keluar wilayah PLBN.

Anggapan kedua dari orang tuaku, kekurangan sumber daya? Jika pernyataan itu kita sesuaikan dengan keadaan 10 tahun ke belakang memang betul. Perbatasan Skouw tak ubahnya seperti bangunan kantor kelurahan yang kecil dan tak terawat. Semenjak perombakan besar-besaran hingga diresmikan pada 9 Maret 2017, Skouw disulap menjadi bangunan megah dengan luas tanah kurang lebih 10 Hektar. Saking bagusnya, ya seperti aku inilah, menjadikan Skouw menjadi sebuah tempat tujuan wisata yang bisa dibilang anti mainstream dengan banyak spot instagrammable :D
Skouw-Landmark.jpg
Skouw Landmark
Sebagai bukti kita sudah sampai disana, di gerbang masuk PLBN terdapat tulisan “SKOUW Border Post of The Republic of Indonesia” yang cukup besar. Kebanyakan orang dengan naluri kenarsisannya pasti akan mengambil gambar di spot ini. Fasilitas pendukung PLBN seperti kantor CIQS (Customs, Immigration, Quarantine, Security) sudah memiliki kantor sendiri yang bersih dan nyaman.
CIQ-Skouw.jpg
Kantor CIQ Skouw
Masuk lagi ke dalam komplek PLBN, terdapat patung garuda lambang negara Indonesia. Dan tepat di pintu masuk perbatasannya, ada sebuah menara pandang mirip mercusuar. Atas izin Yang Maha Kuasa *eh maksudnya petugas jaga, saya dan rombongan diizinkan untuk naik ke atasnya. Kita bisa melihat komplek PLBN Skouw secara komprehensif, dan yang unik sih, kita bisa ngintip tetangga sebelah tanpa khawatir kena tegur wkwk.
Mercusuar-Skouw.jpg
Mercusuar Skouw
Skouw-Top.jpg
PLBN Skouw dari atas
Lanjut ke pernyataan orang tuaku yang ketiga, suasana mencekam. Maaf pak, bu, anda lagi-lagi salah *ups. Suasana ketika aku menginjakkan kaki disana pertama kali disana sangat bersahabat. Penduduk kedua negara hidup berdampingan dengan damai. Bahkan, kita sebagai penduduk Indonesia diizinkan untuk melintas masuk wilayah Papua Nugini yang bernama Wutung untuk sekedar memenuhi hasrat kekepoan kita tentang negara tetangga. Namun, satu hal yang pasti diingat ketika masuk daerah Wutung sesuai wejangan polisi yang berjaga, jangan menunjukkan kalau kita itu turis dengan membawa kamera mewah seperti DSLR / Mirrorless untuk mengambil gambar, karena ketika orang Papua Nugini iseng mengambil kamera kita, polisi tidak bisa membantu karena Wutung bukan termasuk wilayah pengawasannya. Jadilah aku mengambil gambar suasana di Wutung dengan HP. Tidak masalah juga sih :p

Kesan pertamaku ketika sampai di Wutung adalah unik. Kenapa? Karena secara fisik orang PNG dan orang Papua tidak jauh berbeda. Yang membedakan adalah ketika di provinsi Papua kita mendengar orang Papua berbicara bahasa Indonesia, namun saat masuk wilayah Wutung kita seperti mendengar orang Papua berbicara dengan dialek bahasa yang berbeda jauh. Petugas yang berjaga disana nggak sebanyak di kita, paling ada sekitar 5-10an biji petugas. 
Tentara-PNG.jpg
Tentara PNG
Wutung ini lebih mirip seperti perkampungan sih menurutku. Terdapat pasar yang menjual berbagai pernak-pernik khas Papua Nugini seperti jaket, bendera PNG, makanan khas sana, dan lain lain. Orang Indonesia yang melintas bisalah membeli barang-barang disana kalau mau, dan uniknya lagi menggunakan mata uang Rupiah, bukan mata uang Kina PNG wkwk. Enak kan? Jadi nggak perlu ambil pusing buat menukar uang rupiah kita di money changer :p
Pasar-Wutung.jpg
Pasar Wutung
PNG-Flag.jpg
PNG Flag
Aku benar-benar memperhatikan detail setiap jengkal yang aku lewati di Wutung karena inilah kali pertamaku melintas ke luar negeri meskipun cuma di perbatasannya. Kalau boleh beropini sih, antara perbatasan Skouw dan perbatasan Wutung terdapat gap yang cukup jauh baik dari segi bangunan, ekonomi, dan sumber daya manusia. Pemerintah berhasil menyulap Skouw menjadi sebuah wilayah perbatasan yang aman dan nyaman bagi wisatawan dan petugas CIQS yang mendapatkan penugasan disana. Kita tidak perlu khawatir dengan anggapan umum orang yang belum pernah ke perbatasan dan membayangkan yang jelek-jelek tentangnya. Setelah berkunjung ke sana, aku sebagai bangsa Indonesia makin bangga menjadi orang Indonesia, kalau kamu?

Welcome-Indonesia.jpg
Welcome to Indonesia

You Might Also Like

0 comments